Proyek Bermodal Minus

KONTROVERSI pengalihan empat proyek infrastruktur bahan bakar minyak (BBM) Pertamina ke PT Siwani Trimitra belum usai. Namun, kini ada titik terang bagi kelangsungan proyek yang terkatung-katung hampir lima tahun itu. Pekan ini, Pertamina akan meneken kerja sama dengan auditor Arthur Andersen. Andersen diminta menghitung ulang nilai proyek dan suntikan duit yang diperlukan.

Audit Andersen diperlukan karena ada perubahan spesifikasi di sana- sini. Sucofindo, Juli lalu, menaksir proyek yang belum separuh jalan itu bernilai US$ 55,947 juta atau sekitar Rp 504 milyar (kurs 1 US$ = Rp 9.000). Proyek tersebut adalah depo satelit di Tangerang dan Sidoarjo, pipanisasi BBM antara Manggis-Sanggaran di Bali, dan terminal transit BBM di Kuala Tanjung, Medan.

Hitungan versi anyar itu dinanti para petinggi Siwani. “Negosiasi ulang dengan Pertamina memang belum selesai,” kata Gani Bustan, Direktur Siwani. Hak membangun dan menyewakan (built and rent) selama 10 tahun yang jatuh ke tangan Siwani itu disoal karena prosesnya yang rada “ajaib”. “Proyek itu ibaratnya diberi oleh L&M Group,” kata sumber Gatra yang enggan disebut namanya.

L&M Group Investment adalah induk perusahaan Siwani yang berbasis di Singapura. Selain ditopang bidang rancang bangun dan konstruksi, L&M juga menjalankan bisnis internet, e-commerce, telekomunikasi, properti, minyak dan gas, serta perusahaan portofolio. L&M sebenarnya belum menyentuh proyek tersebut sejak mengambil alihnya dari Van der Horst Limited, Singapura, 1999.

Mulanya, proyek Pertamina itu memang dikuasai Van der Horst, yang memenangkan tender Pertamina, 1996. Namun, proyek belum lagi sepenuhnya digarap Horst, Pertamina buru-buru menghentikannya akibat krisis moneter. Depo BBM di Kecamatan Cisoka, Balaraja, Tangerang, misalnya, baru dalam tahap pembebasan tanah. Pelaksanaan tiga proyek lainnya belum mencapai 50%.

Pengalihan proyek itu dinilai kalangan analis saham di Bursa Efek Jakarta sarat benturan kepentingan. Pasalnya, manajemen L&M Group yang berdiri 1971 itu kini dikuasai Edward Soeryadjaya, yang notabene Presiden Direktur Siwani. Di L&M, Edward memiliki sedikitnya 10% saham.

Analis saham menilai, pengalihan proyek itu semata-mata untuk menyelamatkan Siwani yang lagi sekarat. Siwani dalam empat tahun terakhir bak jasad tanpa nyawa. Keuntungan bersihnya merosot terus, dari minus Rp 22,4 milyar (1997) hingga minus Rp 136,8 milyar per Juni 2001. Pada laporan semester pertama 2001, ekuitas permodalan Siwani minus Rp 73,2 milyar.

Empat proyek tersebut ditukar dengan kepemilikan saham Siwani. Akhir Agustus lalu, Siwani menerbitkan 720 juta saham baru buat L&M. Nilainya “cuma” Rp 180 milyar. Tak sebanding dengan nilai proyek yang Rp 500-an milyar. Publik yang dulunya menguasai mayoritas saham Siwani kini terdilusi menjadi 25%.

Namun, transaksi model asset to equity swap itu di mata Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dinilai sebagai hal biasa. Menurut Bapepam, pengalihan aset menjadi modal penyertaan di Siwani itu tak menyalahi aturan main dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. “Tak mesti dengan uang tunai, bisa bentuk lain, seperti kepemilikan saham,” kata Herwidayatmo, Ketua Bapepam.

Apalagi, kata Herwidayatmo, “tukar guling” proyek Pertamina itu disetujui mayoritas pemegang saham Siwani dalam rapat umum pemegang saham, 22 Agustus. “Yang penting, Siwani bertanggung jawab,” katanya. “Tak mesti menunggu negosiasi dengan Pertamina,” Herwidayatmo menambahkan.

Namun, menurut Pelaksana Harian Humas Pertamina, Ridwan Nyak Baik, pengalihan pemegang proyek semestinya seizin Pertamina. Sayangnya, Pertamina tampaknya baru pekan terakhir ini membahas kelangsungan proyek mangkrak itu. “Selama ini kami memang tidak membahasnya,” kata Ridwan kepada Bambang Febri Triatmojo dari Gatra.

Bagaimanapun, beralihnya proyek Pertamina itu sangat menguntungkan Siwani. Dalam keterangan persnya, Siwani menjelaskan bahwa bila proyek itu dibatalkan Pertamina, Siwani malah dapat rezeki nomplok. Pertamina akan memberikan ganti rugi sebesar US$ 30 juta.

Cuma, bila proyek dinyatakan berjalan lagi, dari mana Siwani dapat duit untuk menggarap proyek yang diprediksi butuh sekitar US$ 180 juta itu?

Dipo Handoko, Taurusita Nugrani, dan Rita Triana Budiarti

Gatra

EDISI: 44/07

TANGGAL: 010922

Leave a comment